Di Indonesia
kerap sekali terjadi bencana alam. Salah satunya adalah bencana banjir yang
sering terjadi. Lihat saja banjir bandang yang banyak terjadi karena sungai
tiba-tiba meluap atau contohlah di jakarta yang kebanyakan banjir terjadi
karena ulah manusia sendiri.
Rumah akrab
banjir
Hingga
dekade yang lalu, cita-cita para ahli banjir masih terus mengumandangkan slogan
"bebas banjir" dengan memaksakan teknologi untuk melawan banjir,
antara lain sodetan, tanggul sungai, bendungan, dan sebagainya. Namun, dalam
diskusi dan publikasi mutakhir tentang manajemen bencana banjir, terjadi
perubahan paradigma. Di Vietnam, khususnya warga yang hidup di DAS Mekong,
\-ang semula bermimpi untuk bebas dari banjir (free from flood), akhirnya
memutuskan hidup bersama banjir [living with flood), antara lain dengan
mengubah rumah-rumah mereka menjadi rumah panggung.
Saat ini,
banyak institusi penelitian yang melakukan penelitian konsep rumah akrab
banjir, salah satunya Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puskim), di
Jalan Pa-nvaungan. Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung. Ada yang unik dari desain
rumah akrab banjir kreasi peneliti Puskim ini, bukan berupa rumah panggung,
tetapi rumah apung, yang bisa naik turun sesuai ketinggian banjir. Apa pun
desainnya, sebaiknya kreasi para peneliti ini segera diimplentasikan di daerah
rawan banjir bekerja sama dengan dunia usaha.
Mengajak
masyarakat membangun rumah panggung merupakan tantangan tersendiri, selain
perlu uang ekstra untuk rekonstruksi rumah, juga perlu sosialisasi membiasakan
diri hidup di rumah panggung. Namun, cara hidup akrab bersama banjir seperti
ini relatif lebih murah dan berkelanjutan dibandingkan dengan cara relokasi
maupun penerapan metode teknologi penanggulangan banjir yang belum tentu
berhasil.
Tentunya
komitmen hidup akrab bersama banjir, tetap dilandasi semangat tidak melanggar
peraturan yang berlaku. Misalnya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang mengamanatkan perlunya perlindungan
terhadap sempadan sungai untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan manusia
yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai serta mengamankan aliran
sungai. Salah satu kriteria
sempadan
sungai disebutk; sekurang-kurangnya tiga puluh meter dihitung dari tepi sungai
untuk sungai yang tidak ber-tanggul. Penanggulangan banjir memang kompleks,
apalagi masyarakat tidak diajak berperan, jadi memang pantas ada sindiran bahwa
sejak tiga dekade lalu telah sejuta rencana, tetapi penanggulangan banjir belum
juga berhasil. ***
Penyebab
banjir sendiri bisa terjadi karena berbagai hal baik alam maupun manusia.Dan
berikut adalah hal-hal yang menyebabkan banjir di seluruh dunia termasuk
Indonesia :
- Terjadinya erosi tanah hingga hanya menyisakan batuan, dan tidak ada resapan air. bahkan bukan hanya banjir tapi juga tanah longsor
- Buruknya penanganan sampah, hingga kemudian sumber saluran air tersumbat.
- Bendungan dan saluran air rusak. Seperti yang terjadi pada bencana di situ gintung
- Penebangan hutan secara liar dan tidak terkendali.
- Di daerah bebatuan daya serap air sangat kurang. Sehingga memudahkan terjadi bencana banjir
- Kiriman atau bencana banjir bandang.
- Keadaan tanah tertutup semen, paving atau aspal, hingga tidak menyerap air.
- Pembangunan tempat permukiman dimana tanah kosong diubah menjadi jalan gedung, tempat parkir, hingga daya serap air hujan tidak ada. Contohlah kota-kota besar semacam jakarta yang sering terjadi bencana banjir.
Bencana banjir
sebenarnya dapat kita hindari, yaitu dengan menghindari hal-hal diatas.
Sehingga tidak akan terjadi peristiwa seperti situ gintung ataupun bajir
bandang yang sering terjadi di indonesia. seperti sebuah kata bijak “Manusia
adalah bagian dari alam, jika kita menyakiti alam maka kita juga akan menyakiti
manusia”.
Karena banjir aktivitas masyarakat terhenti
Banjir
adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air.[1]
Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang
biasanya kering.[2]
Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya
sebagai akibat curah hujan yang tinggi.[1]
Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya.[3]
Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air surut.[3]
Banjir adalah hal yang rutin.[4]
Setiap tahun pasti datang.[4]
Banjir, sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi
dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.[5]
Banjir sudah temasuk dalam urutan bencana besar, karena
meminta korban
besar.[6]
Ciri-ciri
Bencana banjir memiliki ciri-ciri dan akibat sebagai berikut.[7]
- Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang hari.
- Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.
- Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan manusia.
- Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di tempat-tempat yang rendah.
- Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.
- Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah.
- Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau hilangnya orang.
- Banjir dapat menyebabkan kerugian yg besar baik secara moril maupun materiil.
Jenis
Banjir merugikan banyak pihak
Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir
dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, dan banjir laut pasang.[8]
- Banjir Sungai
Terjadi karena air
sungai meluap.
- Banjir Danau
Terjadi karena air
danau meluap atau bendungannya jebol.
- Banjir Laut pasang
Terjadi antara lain
akibat adanya badai
dan gempa
bumi.
Penyebab Terjadinya Banjir
Secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai
berikut.[2]
- Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,
- Pendangkalan sungai,
- Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai mapupun gotong royong,
- Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat,
- Pembuatan tanggul yang kurang baik,
- Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.
Dampak Dari Banjir
Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:[1]
- Rusaknya areal pemukiman penduduk,
- Sulitnya mendapatkan air bersih, dan
- Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.
- Rusaknya areal pertanian
- Timbulnya penyakit-penyakit
- Menghambat transportasi darat
CARA PENANGGULANGA BAJIR
Secara
filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir. Pertama, memindahkan warga
dari daerah rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum tentu warga bersedia
pindah, walau setiap tahun rumahnya terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir
keluar dari warga. Cara ini sangat mahal, tetapi sedang populer dilakukan para
insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur,
menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman
warga. Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan
sehari-hari warga menjadi aman walau banjir datang, yaitu dengan membangun
rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.
Secara
normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode struktur, yaitu
dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam
penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan,
pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan
penghalang aliran.
Anggaran tak
seimbang Dalam pertemuan-pertemuan antarpemangku kepentingan (stakeholder)
tentang penanggulangan banjir, telah ada political will dari pemerintah, yaitu
akan melaksanakan penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan
gabungan metode struktur dan non-struktur secara simultan. Bahkan, telah dibuat
dalam perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun,
dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih
sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran
penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar
dibandingkan dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.
Padahal,
penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah
pentingnya. Pertama, berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara
lain pembuatan peta banjir, membangun sistem peringatan dini bencana banjir,
sosialisasi sistem evakuasi banjir, kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi
rumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan banjir, serta kemungkinan asuransi bencana banjir.
Kedua,
berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi,
pengendalian perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke
sungai, kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan
kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi
0 komentar:
Posting Komentar