Search

Minggu, Desember 02, 2012

makalah barang ilegal


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latarbelakang Masalah
Hak asasi manusia merupakan hak dasar manusia yang harus dihormati dan dilindungi, tidak hanya Negara dengan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi juga merupakan kewajiban bagi setiap orang untuk menghormatinya. Apalagi perampasan hak asasi oleh siapapun harus di anggap sebagai pelanggaran hukum dalam kategori berat, sebab hak asasi merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada hamba-Nya. Oleh karena itu Negara harus memberikan perlindungan yang maksimal terhadap hak asasi manusia.
Di Era Globalisasi ini perkembangan ilmu dan teknologi (iptek) yang sangat cepat telah memberikan kemudahan bagi umat manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya sehari-hari dalam berbagai segi kehidupan, tetapi juga telah mengancam sumber rejeki bagi si pencipta/si penemu yang telah menghasilkan berbagai karya cipta, dan penemuan sebagai  hasil daya kreatifitasnya dalam mewujudkan mutu intelektualitasnya sebagai sumbangan untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Berbagai praktek pelanggaran hak milik intelekrual ini telah berlangsung sejak lama dan hingga kinipun masih saja terjadi, bahkan dengan intensitas yang lebih tinggi. Apalagi kemajuan iptek turut memfasilitasi pelanggaran hak milik intelektual itu dengan berbagai cara seperti pembajakan buku , film dan rekaman lainnya melalui disket, CD, VCD,LD dan lain-lain cara atau yang dikenal dengan istilah “Multi Media” yang pada kenyataannya sukar untuk di pantau. Celah-celah pelanggaran inilah yang seringkali di manfaatkan oleh pihak-pihak yang hendak mengambil keuntungan besar dengan cara yang mudah dengan sedikit mengeluarkan biaya, tanpa memikirkan kerugian pihak lain, seperti si pencipta/si penemu dan juga Negara tentunya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian barang jarahan dan bajakan ?
2.      Apa saja jenis barang jarahan dan bajakan ?
3.      Bagaimana Hukum memakai barang jarahan dan bajakan ?
1.3  Tujuan
1.      Memahami pengertian barang jarahan dan bajakan.
2.      Mengetahui apa saja jenis barang jarahan dan bajakan.
3.      Mengetahui hukum memakai barang jarahan dan bajakan.
4.      Menambah pengetahuan penulis dalam bidang ilmu hukum. 


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Barang Bajakan
Barang bajakan adalah barang atau harta yang digandakan tanpa izin dari si pencipta/si penemu barang. Barang yang digandakan tanpa izin dari sipencipta/sipenemu tersebut hukumnya haram. Karena merupakan pelanggaran hak milik yang hak milik tersebut tidak boleh di ambil sewenang-wenang oleh siapapun.
 Rasulallah SAW bersabda:
                                                 لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبة من نَفْسٍ
Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali atas kerelaan darinya“.
                                                      مَنْ سَبَقَ إِلَى مُبَاحٍ فَهُوَ أَحَقُّ بِه
Barang siapa telah lebih dahulu mendapatkan sesuatu yang mubah (halal) maka dialah yang lebih berhak atasnya’’.
Hak milik (hak asasi manusia) merupakan hak dasar manusia yang harus dihormati dan dilindungi, tidak hanya oleh Negara melalui berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi juga merupakan kewajiban bagi setiap orang untuk menghormatinya.
Penggandaan barang tanpa izin dari pemilik merupakan pelanggaran perampasan hak milik yang siapapun melakunnya sama dengan melakukan pelanggaran hukum yang merupakan hukum dalam kategori berat, sebab hak milik (hak asasi manusia) merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada hamba-Nya.
Penggandaan barang  juga telah mengancam sumber rejeki bagi si pencipta/si penemu yang telah menghasilkan berbagai karya cipta, dan penemuan
 sebagai  hasil daya kreatifitasnya dalam mewujudkan mutu intelektualitasnya.
Berbagai praktek pelanggaran hak milik tersebut dilakukan dengan berbagai cara seperti pembajakan buku , film dan rekaman lainnya melalui disket, CD, VCD,LD dan lain-lain cara atau yang dikenal dengan istilah “Multi Media”. Pelanggaran inilah yang seringkali di manfaatkan oleh pihak-pihak yang hendak mengambil keuntungan besar dengan cara yang mudah dengan sedikit mengeluarkan biaya, tanpa memikirkan kerugian pihak lain, seperti si pencipta/si penemu dan juga Negara tentunya.
2.2 Jenis Barang Bajakan
            Jenis barang bajakan     :
1. Karya Sastra            : novel, esai, naskah film, puisi dan sebagainya
2. Karya Musik            : lagu, lirik, dan sebagainya
3. Tari, pantomim         : koreografi untuk tari, seperti balet atau tari modern, dan untuk pantomim, dan sebagainya
4. Karya Seni               : lukisan, karya cetak, patung, komik, kaligrafi, pernagkat panggung, seni atau kerajinan, dan sebagainya
5. Karya Arisektur        : racangan arsitektur dan gedung-gedung
6. Peta dan Diagram     : peta, cetak biru (blue print), diagram, gambar design, figur, model, dan sebagainya
7. Sinematografi            : film untuk gedung bioskop, program TV, peranti lunak, video game, dan sebagainya
8. Foto                         : foto, fotografer dan sebagainya
9. Program                   : program komputer, dan sebagainya

2.3 Hak Cipta Menurut Pandangan Islam
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan penyebarluasan ilmu dan ajaran agama seperti dalam Surat Al-Maidah ayat 67 dan Yusuf ayat 108. Dan di samping itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram), mengutuk dan mengancam dengan azab neraka pada hari akhirat nanti kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama, dan mengkomersialkan agama untuk kepentingan dunia kehidupan duniawi, seperti dalam surat Ali Imran ayat 187; Al- Baqarah ayat 159-160; dan ayat 174-175.    
Kelima ayat dari surat Ali Imran dan Al-Baqarah tersebut menurut historisnya memang berkenaan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Namun sesuai dengan kaidah hukum Islam “yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi), bukan kekhususan sebabnya.”
Maka peringatan dan ketentuan hukum dari kelima ayat tersebut di atas juga berlaku bagi umat Islam. Artinya, umat Islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama (dakwah Islamiyah) kepada masyarakat dan haram menyembunyikan ilmu dan ajaran agama, serta mengkomersilkan agama untuk kepentingan duniawi semata (Vide Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. II/ 51)
Demikian pula terdapat beberapa hadits yang senada dengan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di atas, antara lain hadits Nabi riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Hakim dari Abu Hurairah ra.: “barang siapa ditanyai tentang sesuatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan diberi pakaian kendali pada mulutnya dari api neraka pada hari kiamat.”
Yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dipelajari (fardhu ‘ain) dan wajib pula disebarluaskan ialah pokok-pokok ajaran Islam tentang aqidah, ibadah, muamalah dan akhlaq. Di luar itu, hukumnya bisa jadi fardhu kifayah, sunnah
atau mubah, tergantung pada urgensinya bagi setiap individu dan umat (al-Zabidi, Taisirul Wusul ila Jami’ al-Ushul, vol. III, Cairo, Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1934, hlm. 153)
Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya. Sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis, sehingga karya itu menjadi hak milik pribadi. Karena itu karya tulis itu dilindungi hukum, sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang. Misalnya dengan cara pencurian, penyerobotan, penggelapan, pembajakan, plagiat dan sebagainya.
Islam sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat, sebab itu termasuk amal saleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya, sekalipun ia telah meninggal, sebagaimana dalam hadits Rasul riwayat Bukhari dan lain-lain dari Abu Hurairah ra.: “apabila manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan dia.”
Karena hak cipta itu merupakan hak milik pribadi, maka agama melarang orang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk bisnis. Demikian pula menerjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya, juga dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak untuk menerbitkannya.


Perbuatan meng-copy, mencetak, menerjemahkan, menduplikasi, memperbanyak, memodifikasi dan sebagainya yang bermotif komersial terhadap karya/produk seseorang atau suatu pihak tanpa izin pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau yang diberi wewenang oleh penulisnya, merupakan perbuatan tidak etis dan zhalim yang dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan semacam itu bisa termasuk kategori pencurian dan men-ghasab hak orang lain ataupun penggelapan dan penipuan dalam konteks melanggar amanat/perjanjian kesepakatan antara para pihak terkait.
Adapun dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan dasar melarang pelanggaran hak cipta dengan perbuatan-perbuatan tersebut di atas antara lain:
1. al-Qur’an Surat Al-Baqoroh:188 “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil….”
2. Hadits Nabi riwayat Daruqutni dari Anas (hadits marfu’): “tidak halal harta milik seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.”
3. Hadits Nabi: “Nabi bertanya, ‘apakah kamu tahu siapakah orang yang bangkrut (muflis, Arab) itu?’ jawab mereka (sahabat): ‘orang yang bangkrut di kalangan kita ialah orang yang sudah tidak punya uang dan barang sama sekali’. Kemudian Nabi bersabda: ‘sebenarnya orang bangkrut (bangkrut amalnya) dari umatku itu ialah orang yang pada hari kiamat nanti membawa berbagai amalan yang baik, seperti shalat, puasa dan zakat. Ia juga membawa berbagai amalan yang jelek, seperti memaki-maki, menuduh-nuduh, memakan harta orang lain, membunuh dan memukul orang. Lalu amalan-amalan baiknya diberikan kepada orang-orang yang pernah dizhalimi/dirugikan dan jika hal ini belum cukup memadai, maka amalan-amalan jelek dari mereka yang pernah dizhalimi itu ditransfer kepada si zhalim itu, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka’.”
Ayat dan kedua hadits di atas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai/menggunakan hak orang lain, dan tidak pula mengkonsumsi ataupun memanfaatkan harta orang lain, kecuali dengan persetujuan dan kerelaannya. Pelanggaran terhadap hak orang lain termasuk hak cipta juga bisa termasuk ke dalam kategori muflis, yakni orang yang bangkrut amalnya nanti di akhirat.
Islam menghormati hak milik pribadi, namun hak milik pribadi itu juga memiliki dimensi sosial dan lingkungan, karena hak milik pribadi maupun perusahaan pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang diamanahkan kepada seseorang atau suatu perusahaan. Karenanya, karya, produk, inovasi dan kreasi itu pun harus dapat dimanfaatkan oleh umat manusia baik melalui transaksi komersial yang terjangkau maupun charity yang bersifat sosial, tidak boleh dirusak, disembunyikan, maupun dimonopoli oleh pemilik dan pembuatnya. Karena universalitas dimensi kesosialan tersebut dalam ketentuan Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perusahaan wajib menunaikan tanggungjawab sosial dan lingkungan baik melalui pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) maupun zakat perusahaan ataupun pemegang saham. Selain itu, dalam penentuan tarif dan harga penjualan
2.4 Hukum Memakai Barang Bajakan
           Setiap pelanggaran terhadap hak milik orang (hak asasi manusia), termasuk menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak barang atau harta milik orang lain tanpa hak merupakan kedzaliman dan itu hukumnya adalah haram.
           Di dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 29 dan surat As-Syu’ro ayst 183 telah dijelaskan tentang larangan memakan harta orang lain secara batil (tanpa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak orang lain.
Firman Allah SWT, yang artinya:   
      “Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka  diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang Kepadamu”.(QS. An-Nisa’:29)
      “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”. (QS. As-Syu’ro:183)
Hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan harta kekayaan
     “Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka harta itu untuk ahli warisnya. Dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin), serahkanlah kepadaku”.(HR. Bukhari)
      “Ketahuilah! Sesungguhnya tidak halal bagi seseorang sedikitpun dari harta saudaranya, kecuali dengan kerelaan hatinya”.(HR. Ahmad)
Apabila barang jarahan itu dijual, menurut pendapat Imam Syafi’i, Tiadak sah apabila menjual suatu barang (harta) tanpa ada izin dari pemiliknya. Adapun menurut dalam qaul qadimnya, jika si pemilik barang membenarkan, sahlah penjualan itu, tetapi jka tidak dibenarkan tidak sah penjualan itu. Menurut pendapat Imam Hanafi Penjualannya adalah sah dan bergantung pada izin dari pemiliknya, adapun pembeliannya tidak bergantung pada izin. Sedangkan menurut Imam Maliki sah tidaknya jual beli bergantung pada izin si pemilik. Dari Imam hambali diperoleh dua riwayat dalam masalah ini, tidak sah seseorang menjual barang yang belum tetap menjadi miliknya secara mutlak.

2.5 Pengertian Barang Jarahan
            Ibnu Abbas dan Mujahid berpendapat bahwa  ghanimah, yakni segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui perang penaklukan. Pihak yang berwenang mendistribusikan ghanimah adalah Rasulullah saw dan para khalifah setelah beliau. Rasulullah saw telah membagikan ghanimah Bani Nadhir kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada Anshar, kecuali Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah, karena keduanya fakir. Rasulullah saw juga memberikan ghanimah kepada muallaf pada perang Hunain dalam jumlah yang besar. Hal tersebut juga terjadi pada kurun Khulafaur Rasyidin. Khalifah berhak membagikan ghanimah kepada pasukan perang, ia juga dapat mengumpulkannya bersama fa’ii, jizyah dan kharaj untuk dibelanjakan demi terwujudnya kemaslahatan kaum muslimin.
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa [615] yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Anfaal (8): 41)
2.6 Cara Pembagian Harta Ghonimah
a. Kaidah utama dalam pembagian ghonimah adalah seperti yang ditetapkan Al-Quran (Untuk Alloh seperlimanya…), caranya: 20 % dari total harta ghonimah diletakkan di Baitul Mal kaum Muslimin. Sedangkan 80% sisanya dibagikan kepada kelompok Mujahidin yang memperoleh ghonimah tersebut.
b. Ketika ada kesepakatan tentang sistem pembagian antara anggota tim pasukan yang berjihad sebelum meraih harta ghonimah, maka kesepakatan itu harus mereka laksanakan dengan adil. Namun, jatah yang disalurkan untuk kepentingan jihad dan kaum Muslimin tidak boleh kurang dari seperlima (20%). Jika mereka rela untuk menambahnya sebelum menjalankan operasi, silahkan mereka memberi tambahan sesuai kesepakatan, karena mungkin untuk memenuhi keperluan tandzim atau pasukan mereka dalam urusan-urusan jihad.
c. Jika tim pasukan beroperasi dengan dukungan kekuatan dari tandzim atau kelompok pasukan lain yang turut mensuplai kebutuhan umum, baik logistik, senjata, survei, informasi dan kebutuhan lainnya, maka semua anggota tandzim terkait diberi jatah dalam jumlah sesuai kesepakatan saling ridho yang dilakukan antar jajaran petinggi tandzim-tandzim tersebut.
d. Pembagian 20% yang diberikan kepada Baitul Mal adalah untuk : 4% imam, 4% fuqarah dan masakin(kaum fakir miskin), 4% mashalihul’l muslimin(untuk kemaslahatan kaum muslimin), 4% ibnu’ssabil, 4% yatama(anak-anak yatim).
2.7 Hukum Tentang Barang Jarahan
Menurut para ulama, pada dasarnya hukum barang jarahan adalah halal dengan didasari :
1.      Halalnya harta pemerintahan yang murtad dan aset-aset umum yang mereka miliki, serta aset-aset para tokohnya.
2.      Halalnya harta semua orang kafir asing yang ada di negeri kaum Muslimin, sebab jaminan keamanan mereka gugur (tidak berlaku secara syar‘i) seiring dengan gugurnya keabsahan pemerintahan yang ada secara syar‘i sehingga pemerintah ini tidak berhak memberi jaminan keamanan dan perlindungan, atau menjalin ikatan perjanjian dan kesepakatan dengan orang-orang kafir.

3.      Halalnya harta semua non-muslim yang tinggal di negeri kaum Muslimin, dengan sebab yang sama dengan point sebelumnya.
4.      Halalnya harta orang-orang murtad, yaitu mereka yang secara terang-terangan menyatakan kerja sama mereka dengan tentara pendudukan serta membantu mereka dalam memusuhi kaum Muslimin.
5.      Halalnya harta orang-orang kafir yang tinggal di negara Harbiy (yang memerangi kaum Muslimin), karena status perang antara kita dan mereka telah tegak, dan tidak adanya perjanjian antara mereka dengan pihak pemerintahan Islam yang syar‘i yang mengharuskan rakyat (kaum Muslimin) menepati janji terseb12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
          Dari penjelasan diatas telah di jelaskan bahwa barang jarahan adalah barang yang diperoleh dan dihasilkan dari peperangan dengan orang kafir sedangkan Bajakan adalah barang yang digandakan tanpa izin dari si pemilik/si pencipta, dan barang siapa yang menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak barang atau harta milik orang lain tanpa hak merupakan kedzaliman dan itu hukumnya adalah haram.
3.2 Saran
          Janganlah menggandakan barang milik orang lain tanpa ada izin dari pemilik, karena itu bisa mengurangi rejeki si pemilik, dan sebagai makhluk sosial kita harus menghormati dan melindungi hak milik orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Syafei, Rahmat, Fiqih Muamalah. Bandung, CV PUSTAKA SETIA, 2001
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al Fauzan, Ringkasan Fiqih Lengkap, Jakarta, Jayeng Kusuma, 2005
Zuhdi, Masfuk, Masail Fiqih, Bandung, 1988
Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih empat madzab. Bandung 2010
Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Fatwa-fatwa Jual Beli, Jakarta 2004

0 komentar: